"Ini masjidnya emang digembok begini, ya?" tanya salah seorang mahasiswa dengan raut muka heran saat menunaikan ibadah shalat Maghrib namun malah mendapati gerbang masjid Dzorratul Khair masih terkunci rapat.
"Kunci gerbangnya masih diambil ke pos satpam, Mas" jawab yang lainnya mencoba menenangkan. Meskipun begitu, sebenarnya ia sendiri juga tampak gelisah akan skarena iqomah segera dikumandangkan.
Keluhan serupa seringkali dilontarkan pasca diterapkannya aturan pembatasan jam akses gerbang utara Masjid Dzorratul Khair atau yang biasa dikenal dengan Masjid STTN BATAN tersebut. Gerbang masjid sebelah utara yang merupakan satu-satunya pintu masuk ke masjid dari dalam kampus, kini hanya bisa dibuka pada pukul 11.30 sampai pukul 13.00 WIB dan dari pukul 15.00 sampai pukul 16.00 WIB. Di luar jam tersebut, gerbang utara tidak bisa diakses dengan leluasa.
Padahal seperti yang kita ketahui, fungsi masjid selain sebagai tempat beribadah, juga berfungsi sebagai tempat berkumpul, belajar dan berdiskusi. Terlebih lagi, beranda Masjid Dzorratul Khoir selama ini sering dimanfaatkan oleh mahasiswa STTN BATAN sebagai tempat kumpul kegiatan mahasiswa seperti rapat kepanitiaan, pertemuan UKM, mentoring, dan lain sebagainya. Banyak mahasiswa STTN BATAN yang merasa dipersulit dengan adanya kebijakan tersebut karena kenyamanan dan hak-hak mereka menjadi terganggu.
Padahal seperti yang kita ketahui, fungsi masjid selain sebagai tempat beribadah, juga berfungsi sebagai tempat berkumpul, belajar dan berdiskusi. Terlebih lagi, beranda Masjid Dzorratul Khoir selama ini sering dimanfaatkan oleh mahasiswa STTN BATAN sebagai tempat kumpul kegiatan mahasiswa seperti rapat kepanitiaan, pertemuan UKM, mentoring, dan lain sebagainya. Banyak mahasiswa STTN BATAN yang merasa dipersulit dengan adanya kebijakan tersebut karena kenyamanan dan hak-hak mereka menjadi terganggu.
![]() |
Ilustrasi oleh Dimas |
Seharusnya segala bentuk kebijakan yang dibuat harus terlebih dahulu didiskusikan dengan pihak-pihak yang terdampak kebijakan tersebut.
Selain dari kalangan mahasiswa, reaksi juga muncul dari kalangan staff termasuk dosen STTN, salah satunya adalah Lutfi Aditya Hasniwi, M.Sc selaku dosen Jurusan Teknokimia Nuklir. Beliau mengatakan bahwa pembatasan ini dianggap merugikan karena masjid seharusnya bisa terbuka kapan saja sehingga kebijakan tersebut perlu dikaji ulang oleh pihak yang berwenang. Beberapa opsi alternatif yang bisa diterapkan yakni dengan menerapkan sistem penjagaan dan penyaringan yang lebih ketat tanpa harus menutup secara penuh gerbang utara masjid.
Sementara itu, Dr. Muhtadan, M.Eng (Ketua Jurusan Teknofisika Nuklir) juga berharap agar masjid STTN BATAN bisa kembali bisa diakses seperti sedia kala. Beliau juga mengatakan bahwa kebijakan satu pintu tersebut kabarnya dilakukan karena minimnya jumlah personel keamanan sementara segala aktivitas keluar-masuk pengunjung harus terus dipantau.
Saat ditanya perihal alasan kebijakan tersebut dibuat, Pak Sukadi selaku pihak Sub PAM yang kami hubungi untuk saat ini tidak bisa memberikan keterangan atau statement apapun sebelum memperoleh izin dari Ketua BATAN.
Sehingga pertanyaan yang muncul saat ini adalah mau sampai kapan kebijakan sepihak ini akan terus berlaku? (Newton)