Yogyakarta – Pada hari Kamis tanggal 10 Oktober lalu, puluhan warga Dusun Ngentak berkumpul menggelar aksi damai di depan kantor proyek apartemen Barsa City yang berlokasi di Jalan Laksda Adi Sutjipto, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Aksi tersebut merupakan aksi penolakan warga setempat terkait proyek pembangunan apartemen di atas lahan seluas 1,8 hektare yang digagas oleh Ciputra Group.
Beberapa waktu lalu, reporter kami berhasil bertemu dan mewawancarai Budi Susilo selaku Ketua RT-07. Beliau juga turut menyuarakan aspirasi warga pada aksi damai yang berlangsung dua pekan lalu tersebut.
Budi menegaskan bahwa aksi yang dilakukan warga Ngentak tersebut sebagai aksi damai alih-alih menggunakan istilah “demo” yang terdengar lebih subvertif.
“Karena aksi yang kami lakukan bersifat untuk mengingatkan,” tambahnya.
Warga Memilih untuk Menyuarakan Aspirasi
Budi menuturkan bahwa ia sempat diminta oleh salah seorang polisi untuk mengurungkan niat mereka menggelar aksi karena dianggap mengganggu. Polisi tersebut mengaku hanya penyambung lidah dari manajemen Barsa City untuk menyampaikan tawaran bahwa mereka mengundang Budi Susilo untuk bertamu ke kantor Barsa City dengan membawa serta beberapa perwakilan warga lainnya.
“Saya ini bukan bekerja untuk diri saya. Saya bekerja untuk semua. Nanti akan saya sampaikan kepada warga, karena (untuk saat ini) saya tidak bisa menjawab. Nanti saya akan minta pada seluruh hadirin apakah akan bersedia atau tidak,” jawab Budi menanggapi tawaran tersebut.
Setelah pesan tersebut disampaikan kepada para warga, mereka sepakat untuk menolak tawaran tersebut dan tetap melanjutkan aksi damai.
Bahkan jauh sebelum itu, yakni pada saat dilakukan pengurusan izin terkait aksi tersebut, juga sempat terjadi negosiasi dari pihak kepolisian. Aksi yang pada awalnya mengantongi izin mulai pukul 10 pagi sampai dengan pukul 12 siang dari kepolisian terpaksa harus ditunda lantaran pada hari yang sama sedang ada kunjungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Yogyakarta dan beliau dijadwalkan akan melintasi Jalan Laksda Adi Sutjipto yang menjadi lokasi aksi.
Meskipun begitu, aksi tetap dilaksanakan pukul 14:00 WIB dan berjalan dengan lancer.
Sejumlah Rumah Warga Retak
Budi menuturkan bahwa ia sudah lama dilibatkan perihal penolakan proyek tersebut, namun statement yang dituntut warga tidak pernah didengar pihak manajemen Barsa City terkait dampak-dampak yang mungkin dapat ditimbulkan dari pembangunan apartemen tersebut.
Warga menuntut penolakan terhadap pembangunan Barsa City karena saat ini sudah ada sebanyak 15 rumah warga yang mengalami retak akibat dampak dari pembangunan tersebut. Kelima belas rumah tersebut tersebar di beberapa RT yakni RT-04, RT-04, dan RT-07 yang tak jauh dari proyek Barsa City.
Kerusakan tersebut diduga disebabkan karena struktur tanah di sekitar lokasi proyek. Ia menjelaskan bahwa pernah dilakukan survey yang menunjukkan bahwa struktur tanah di sisi timur (RT-07) dari lokasi proyek Barsa City umumnya memiliki struktur tanah berpasir, sementara sisi sebelah barat (RT-02 dan RT-04) memiliki struktur tanah yang lebih keras/berbatu.
Kondisi tersebut menyebabkan rumah warga yang dibangun di atas tanah yang lebih keras akan lebih merasakan dampak getaran dari pemasangan pasak bumi proyek Barsa City. Hal ini dibuktikan dengan data kerusakan rumah warga yang lebih banyak berada di sisi barat Barsa City.
Berharap Manajemen Barsa City Menuntaskan Sosialisasi
Warga Ngentak berharap dan menuntut kepada pihak pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait untuk menyelidiki, menutup dan memberhentikan pembangunan Barsa City karena tidak ada kesepakatan, tidak ada kesepahaman, tidak ada sosialisasi dan silaturahmi yang tuntas.
Terkait masalah sosialisasi yang mana telah dilansir oleh krjogja.com, disebutkan bahwa Yhonas Oktavian selaku Manager Marketing mengklaim pihak pengembang Barsa City telah melakukan sosialisasi kepada warga sejak tahun 2013 yang juga melibatkan perangkat desa setempat, kepala dusun, para ketua RT dan RW di lingkungan sekitar proyek.
Namun Budi Susilo mengatakan bahwa belum ada kesepakatan yang diperoleh.
“Jadi, sejak dulu memang tidak pernah ada kesepakatan setidaknya bagi kami. Tapi bagi orang-orang di luar kami, mereka dianggap sepakat.”
Budi juga mengaku telah mengantongi tanda tangan penolakan warga terkait pembangunan Barsa City bertahun-tahun yang lalu. “Sehingga aksi yang kami lakukan beberapa waktu lalu tersebut justru bukan tanpa izin (warga). Melainkan tinggal melanjutkan saja (aspirasi warga yang menolak) karena dulu sudah mengalami kebuntuan,” imbuhnya.
Ia menduga pihak manajemen Barsa City tetap melanjutkan proyek tersebut dikarenakan semakin mudahnya regulasi investasi yang tidak mewajibkan investor/pengembang untuk melakukan sosialisasi kepada warga sekitar.
“Maka dengan celah itulah mereka berani (melanjutkan proyek). Tapi dengan catatan apabila sudah ada dampak, masyarakat boleh memprotes,” imbuhnya.
Meskipun warga menuntut untuk memberhentikan sementara proyek tersebut untuk dilakukan sosialisasi ulang dan silaturahmi kepada warga, tampaknya pihak manajemen Barsa City tidak begitu peduli. Pasalnya, berdasarkan pengakuan dan pantauan reporter kami, proyek pembangunan Barsa City tetap dilanjutkan.
Menuntut Tanggung Jawab dan Memberikan Rasa Aman
Tuntutan ketiga yang dilayangkan yakni mengharapkan pihak Barsa City untuk bertanggung jawab atas kerusakan rumah-rumah warga di sekitar proyek pembangunan Barsa City seperti retak-retak, kebisingan, debu, dan lain-lain.
Selain itu warga juga menuntut agar pihak Barsa City memberikan rasa aman dan menjamin keberlangsungkan hidup yang wajar semua warga sekitar apabila dibangun diteruskan sampai kapanpun.
“Tidak boleh ada dampak apapun. Jadi, apabila ada sekecil apapun dampak yang diakibatkan, maka pihak Barsa City harus bertanggung jawab,” tutupnya.
Reporter : Citha, Dimas, Gabe
Penulis : Dimas
Editor : Dimas
0 Komentar